KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
gambar institut kamu
NAMA : DWI APIT H
NIM : 5212413017
PRODI : TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS TEKNIK
2014
LINGKUP KERJA FISIK
Ditempat
kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti;
faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan psikologis. Semua faktor
tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh
terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Menurut menuaba (1992) bahwa
lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja
secara optimal dan produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus ditanda
tangani atau didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap
pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman.
Pada
bagian ini hanya akan dibhas tentang faktor fisik lingkunan dilakukan dengan
cara pengukuran konsisi tempat kerja dan mengetahui respon pekerja terhadap
paparan lingkungan kerja.
3.1 Mikroklimat
Secara
fundamental, ergonomic merupakan studi tentang penyerasian antara pekerja dan
pekerjaanya untuk meningkatkan performansi dan melindungi kehidupan. Mikromatik
dalam lingkungan keja terdiri dari unsur suhu udara (kering dan basah),
kelembaban nisbi, panas radiasi dan kecepatan gerakan udara (suma’mur, 1984 dan
Bernard, 1996).
Untuk
Negara dengan empat musim, rekomendasi untuk comfort zone pada musim dingin
adalah suhu ideal berkisar antara 19-23 C dengan kecepatan udara antara 0,1-0,2
m/det dan pada musim panas suhu ideal antara 22-24 C dengan tahun (WHS, 1992;
Grantham, 1992 dan Grandjean, 1993). Sedangkan untuk Negara dengan seperti
idonesia, rekomendasi tersebut perlu mendapat koreksi. Sedangkan kaitanya denga
suhu panas linkungan kerja.
1) Lingkungan
Kerja Panas
Pekerja di dalam lingkungan panas,
separti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku
pemanas
atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami tekanan
panas. Disamping itu pekerja dilingkungan panas juga dapat berakliamatisasi
untuk mengurangi reaksi tubuh terhadap panas (heat strain).
2) Pengaruh
Fisiologis Terhadap Panas
Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh
untuk mmelihara keseimbangan panas. Oleh karena itu peningkatan temperature
udara di luar comfort zone adalah sebagai berikut :
a) Vasodilatasi
b) Denyut
jantung meningkat
c) Temperatur
kulit meningktat
d) Suhu
inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dll.
Secara lebih rinci gangguan
kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a) Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya
kelelahan, sering melakukan istirahat curia dll.
b) Dehidrasi, dehidrasi adalah suatu
kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian
cairan tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan.
c) Heat Rash. Keadaan seperti biang
keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah.
d) Heat Cramps. Merupakan kejang-kejang
otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya
garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu
banyak dengan sedikit garam natrium.
e) heat Syncope atau Fainting. Keadaan ini
disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran
darah di bawa kepermukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan
suhu tinggi.
f) Heat Exhaustion. Keadaan ini terjadi
apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam.
3) Penilaian
Lingkungan Kerja Panas
Metode terbaik untuk menentukan apakah tekanan panas di
tempat kerja menyebabkan gangguan kesehatan adalah dengan mengukur suhu inti
tubuh pekerja yang bersangkutan. Salah satu parameter pengukuran suhu
lingkungan panas adalah dengan menilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang
terdiri dari parameter suhu kering, suhu udara basah dan suhu panas radiasi.
Kemudian secara manual ISBB dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
a) Pekerjaan
dilakukan di bawah paparan sinar matahari (outdoor) :
ISBB = (0,7 x suhu basah) + (0,2 x suhu radiasi) + (0,1 x suhu kering)
b) Pekerjaan
dilakukan di dalam ruangan (indoor) :
ISBB = (0,7 x suhu basah) + (0,3 x suhu radiasi)
Selain alat tersebut, terdapat a;at ukur ISBB yang lebih
modern seperti Questtemp Heat Stress
Monitor. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan disekitar sumber panas
dimana pekerja melakukan pekerjaanya.
Dari hasil pengukuran ISBB tersebut selanjutnya
disesuaikan dengan beban kerja yang diterima oleh pekerja, selanjutnya
dilakukan pengaturan waktu kerja-waktu istirahat yang tepat sehingga pekerja
tetap bekerja dengan aman dan sehat.
4) Pengendalian
Lingkungan Kerja Panas
Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas
terhadaptenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas
lingkungan dan aktifitas kerja yang dilakukan. Secara singkat teknik
pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a) Mengurangi
faktor beban kerja dengan mekanisasi
b) Mengurangi
beban kerja yang menghasilkan panas
·
Menurunkan temperature udara dari proses kerja
yang dihasilkan panas
·
Relokasi proses kerja yang dihasilkan panas
·
Penggunaan temeng panas dan alat pelindung yang
dapat memantulkan panas
c) Mengurangi
temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi
pengeceran (dilution cooling).
d) Mengingatkan
pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi buatan
dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh melebihi
0,2 m/det.
e) Pembatasan
terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :
·
Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi
dan sore hari
·
Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan
proses kerja untuk pemulihan
·
Mengatur waktu kerja-istirahat secara te[at
berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB.
Dari uraian tersebut , dapat
ditegaskan bahwa kondisi yang harus dipertimbangkan dalam setiap desain atau
redesain system ventilasi adalah adanya sirkulasi udara pada tempat kerja yng
baik, sehingga terjadi pergantian udara dalam ruangan dengan udara segar dari
luar secara terus menerus.
3.2
Kebisingan di Tempat Kerja
Pengertian kebisingan adalah
bunyi yang tidak dikehendaki yang bersifat menggangu pendengaran dan bahkan
dapat menurunkan daya dengar seorang yang terpapar. Suara atau bunyi dapat
dirasakan oleh indera pendengar akibat adanya rangsangan getaran yang dating
melalui media yang berasal dari benda yang bergetar. Frekuensi dimyatakan dalam
jumlah getaran perdetik atau herz (Hz) yaitu jumlah getaran yang sampai ke
telinga setiap detiknya.
1) Sumber
Kebisingan dan Cara Penilaianya
Sumber kebisingan di perusahaan biasanya berasal dari
mesin-mesin untuk proses produksi dan alat-alat lain yag dipakai untuk
melakukan pekerjaan. Contoh sumber-sumber kebisingan dari dalam ruangan maupun
di luar kebisingan, seperti :
·
Generator,mesin diesel untuk pembangkit listrik
·
Mesin-mesin produksi
·
Mesin pemotong, gergaji, serut diperusaahan kayu
·
Ketel uap atau boiler untuk pemanas air
·
Alat-alat lain menimbulkan suara dan getaran
seperti alat pertukangan
·
Kendaraan bermotor dari lalulintas dll
Sumber-sumber suara tersebut harus selalu
diidentifikasikan dan dinilai kehadiran agar dapat dipantau sedini mungkin
dalam upaya mecegah dan mengendalikan pengaruh pemaparan kebisingan terhadap
pekerja yang terpapar. Dengan demikian penilaian tingkat intensitas kebisingan
di perusaan secara umum dimaksudkan untuk bebrapa tujuan yaitu :
a) Memperoleh
data intensitas kebisingan pada sumber suara
b) Memperoleh
data intensitas kebisingan pada penerima suara (pekerja dan mesyarakat sekitar
perusaan).
c) Menilai
efektivitas sarana pengendalian kebisingan yang telah ada dan merancangkan
langkah pengendalian lain yang lebih efektif.
d) Mengurangi
tingkat intensitas kebisingan baik pada sumber suara maupun pada penerima suara
sampai batas diperkenaankan.
e) Membantu
memilih alat pelindung dari kebisingan yang tepat sesuai jenis kebisingannya.
a)
Jenis
pengukuran pada sumber suara
Pengukuran
ini dapat dilakukan alat “Sound Level Meter”. Alat tersebut dapat mengukur
intensitas kebisingan antara 40-130 pada frekuaensi antara 20-20.000 Hz.
Sebelum dilakukan pengukuran harus dilakukan countour map lokasi sumber suara
dan sekitarnya.
b)
Jenis
pengukuran pada penerima suara
Penukuran ini dimaksudkan utuk mengetahui berapa rerata
intensitas suara yang diterima oleh pekerja selama jam kerja. Hal ini
dedasarkan pengalaman bahwa tidak seluruh waktu kerja, pekerja bekerja pada
tempat sang sama malainkan sering berpindah-pindah tempat. Sehingga pekerja
juga tidk menerima suara dari satu sumber suara yang tinggi. Demikian jeis
pengukuran ini lebih dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh pemaparan kebisingan
orang per orang.
Setelah
intensitas dinilai dan di analisis, selanjutnya hasil yang diperoleh harus
dibandingkan dengan standar yang diterapkan dengan tujuan untuk
mengetahuiapakah intensitas kebisingan yang diterima oleh tenaga kerja sudah
melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yang yang di perkenankan atau belum.
2) Pengaruh Kebisingan
Pengaruh
pemaparan kebisingan secara umum dapat dapat dikategorikan menjadi dua yang
didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu
pemaparan. Pertma, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (diatas NAB)
Dan kedua, adalah pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (dibawah
NAB).
a)
Pengaruh
Kebisingan Intensitas tinggi
·
Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi
(diatas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat
menyebabkan penrunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun sifat
permanen atau ketulian.
·
Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila
jenis kebisingan terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui.
·
Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas
tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah
dan denyut jantung, resiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan.
·
Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat
suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes
menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan dll.
b)
Pengaruh
kebisingan intensitas rendah
Tingkat
intensitas kebisingan rendah atau di bawah NAB banyak ditemukan di lungkungan
kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll. Secara spesifik
stress karena kebisingan tersebut dangan menyebabkan antara lain :
a)
Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala
dan gangguan tidur
b)
Gangguan reaksi psikomotor
c)
Kehilangan konsentrasi
d)
Gangguan komunikasai antara lawan biacara
e)
Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu
akan bermuara pada kehilangan efesiensi dan produktifitas kerja.
3) Rencana dan Langkah Pengendalian Kebisingan
Di Tempat Kerja
Langkah menejemen resiko kebisingan tersebut adalah :
a)
Mengidentifikasikan sumber-sumber kebisingan
yang ada ditempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cedera akibat
kerja.
b)
Meniali resiko kbisingan yang berakibat serius
terhadap penyakit dan cedera akibat kerja.
c)
Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk
mengendalikan atau meminimalisasi resiko
kebisingan.
Setelah
rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya adalah melaksanakanlangkah
pengendalian kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu pendekatan jangka
pendek dan pendekatan jangka panjang dari hirarki pengendalian. Sedangkan utuk
orientasi jangka pendek adalah sebaiknya secara berurutan.
a)
Eliminasi
sumber kebisingan
·
Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan
penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat
diminimalkan.
·
Pada tahap tender mesin-mesin yang dipakai,
harus mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin
baru.
·
Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan
mesin, kontruksi bangunan harus dapat merendam kebisingan serendah munkin dll.
b)
Pengendalian
kebisingan secara teknik
·
pengendalian kebisingan pada sumber suara.
Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan mesin atau
mengisolasi sehingga terpisah dengan pekerja.
·
Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi
kebisingan, apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka
teknik berikutnya adalah dengan member pembatas atau sekat antara mesin dan
pekerja.
c)
Pengendalian
kebisingan secara administrative
apabila
teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan untuk diklakukan, maka
langkah selanjutnya adlah merancangkan teknik pengendalian secara
administratif.
d)
Pengendalian
kebisingan pada penerima atau pekerja
Teknik
ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik pengedalian diatas
(eliminasi, pengendalian teknik dan administrasi) belum memungkinkan untuk
dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat
pelindung telinga.
3.3 Penerangan Di Tempat Kerja
Penerangan
yang baik adalah penerangan yang memungkunkan tenaga kerja dapat melihat
objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tampa upaya-upaya yang
tidak perlu. Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu
menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat dapat
mejaga kegairahan kerja.
Tenaga kerja disamping harus
juga dengan jelas dapat melihat objek-objek yang sedang dikerjakan juga harus
dapat melihat dengan jelas pula benda/alat dan tempat disekitarnya yang mungkin
mengakibatkan kecelakaan. Maka penerangan umum harus memadai.
1)
Pengaruh
penerangan di tempat kerja
Secara
umum jenis penerangan atau pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu penerangan
buatan (penerangan artificial) dan penerangan alamiah. Untuk mengurangi
pemborosan energy disarankan untuk menggunakan penerangan alamiyah, akan tetapi
setiap tempat kerja harus pula disediakan penerangan buatan yang memadai.
Menurut
Grandjean (1993) penerangannya yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan
gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang
kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan :
·
Kelelahan mata sehingga berkurangnya efesiensi
kerja
·
Kelelahan mental
·
Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di
sekitar mata
·
Kerusakan indra mata dll
Selanjutnya
pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara kepada penurunan performasi
kerja, termasuk :
·
Kehilangan produktifitas
·
Kualitas kerja rendah
·
Banyak terjadi kesalahan
·
Kecelakaan kerja meningkat
2)
System
Pendekatan Aplikasi Penerangan di Tempat Kerja
Dalam
mempertimbangkan aplikasi penerangan di tempat kerja secara umum dapat
dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu :
a)
Desain
tempat kerja untuk mengindari problem penerangan
Kebutuhan
intensitas penerangan bagi pekerja harus selalu dipertimbangkan pada waktu
mendesain bangunan, pemasangan mesin-mesin, alat dan sarana kerja.
b)
Identifikasi
dan Penilaian problem dan kesulitan peneragan
agar
masalah penerangan yang muncul dapat ditangani dengan lebih baik, faktor-faktor
yang harus diperhitungkan adalah: sumber penerangan, pekerja dalam melakukan
pekerjaannya, jenis pekerjaan yang dilakukan dan lingkungan kerja secara
keseluruhan.
c)
Pengembangan
dan Evakuasi pengendalian resiko akibat penerangan
Dibawah
ii akan diberikan secara garis besar langkah-langkah pengendalian masalah
penerangan ditempat kerja, yaitu :
i)
Modifikasi system penerangan yang sudah ada
seperti :
·
Menaikan atau menurunkan letak lampu didasarkan
pada objek kerja
·
Merubah posisi lampu
·
Menambah atau mengurangi jumlah lampu
·
Mengganti dutung lampu, dll
ii)
Modifikasi pekerjaan sperti :
·
Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga
objek dapat dilihat dengan jelas
·
Merubah posisi kerja untuk menghindari
baying-bayang, pantulan, sumber kesilauan dan kerusakan penglihatan
·
Modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat
dengan jelas.
Sebagai contoh:
memperbesar ukuran huruf dan angka pada tombol-tombol peralatan kerja mesin.
iii)
Pemeliharaan dan pembersihan lampu
iv)
Penyedian penerangan local
v)
Penggunaan korden dan perawatan jendela, dll
Sebagai tambahan
pertimbangan dalam upaya mengatasi masalah penerangan di tempat kerja, Sanders
& McCormick (1987) dan Grandjean (1993) memberikan pedoman untuk desain
system penerangan yang tepat di tepat kerja dengan cara sebagai berikut :
a)
Menghidnari penempatan arah cahaya langsung
dalam lapangan penglihatan tenaga kerja
b)
Menghindari penggunaan cat yang mengkilat pada
mesin atau meja
c)
Menggunakan cahaya difusi untk menyediakan
atmosfer pekerjaan terbaik, dll
3) Penggunaan warna di tempat kerja
Warna yang kita lihat muncul karena struktur molekul permukaan objek
memantulkan hanya pada bagian cahaya yang jatuh padanya. Beberapa warna yang
biasa digunakan sebagai kode keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
·
Merah, untuk
tanda bahaya; halte, tempat terlarang, dll. Merah juga sebagai tanda peringatan
untuk kebakaran; alat pemadam api dan alat-alat lainya.
·
Kuning, biasanya
kontras dengan hitam, bahaya tubrukan, look out, bahaya terpeleset. Kuning dan
hitam banyak digunakan sebagai peringatan di transportasi.
4) Standar Penerangan di Tempat Kerja
Intensitas
penerangan yang dibutuhkan di masing-masing tempat kerja ditentukan dari jenis
dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat ketelitian suatu
pekerjaan, maka semakin besar kebutuhan intensitas penerangan yang diperlukan,
demikian pula sebaiknya. Secara ringkas intensitas penerangan yang dimaksud
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)
Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di
lingkungan perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit
20luks
b)
Penerangan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
membedakan barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas penerapan
50luks
c)
Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang
membedakan barang-barang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 100luks, dll
Dari
uraian singkat tentang lingkungan kerja fisik tersebut dapat dipertegas bahwa
dengan pengendalian faktor-faktor yang berbahaya di lingkungan kerja,
diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman nyaman dan produktif
bagi tenaga kerja. Hal tersebut akan dilaksanakan dengan adanya kebijaksanaan
menejeman dan komitmen dari pihak pengurus untuk selalu memperhatikan
penanganan lingkungan yang berkesinambungan dan kerja sebagai pengguna
fasilitas, dimana masing-masing pihak menyadari tugasnya dalam rangka
menciptakan tempat kerja yang aman dan nyaman.
3.4 kepustakaan
American
Conference of Govermental Industrial Hygienists (ACGIH), 1995. Tbresh old Limits Values and Biological
Exposure Indices. Cincinnati. USA
Armstrong,
R.1992. Lighting at Work.
Occupational Health & safety Authority.
Melburne. Australia: 4-11
Bernard, E.
1993.Occupation Heat Stress. Dalam: Battacharya, A. &
McGlothlin,J.D.eds.
Occupation Ergonomic. Marcel Dekker
Inc USA:195-216
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the man, 4th edt.
Taylor & Fancis inc. London
Grantham,
D.1992. occupational Health & Safety.
Guidebook for the WHSO. Merino Lithographics Moorooka Queensland. Australia
Keputusan
Menteri Tenaga Kerja, No. 51:1999. Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta
Manuaba,
A.1992. pengaruh Ergonomi Terhadap
Produktivitas. Dalam: Seminar Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta
Peraturan
Mentari Perburuan (PMP) No.1964. syarat
kesehatan, kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja. jakarta
ConversionConversion EmoticonEmoticon